12 April 2018

Bernostalgia di Taman Tino Sidin

Tino Sidin (25 November 1925 - 29 Desember 1995)

Liburan akhir pekan bulan Maret lalu, saya bersama keluarga berkesempatan jalan-jalan ke Yogyakarta. Hampir belasan tahun kami (kakak, saya, adik, dan mama) tidak pernah jalan-jalan bersama. Jadi ini benar-benar kesempatan langka. Karena keterbatasan waktu, tidak semua tempat wisata kami kunjungi. Kami punya rencana tujuan wisata masing-masing. Satu tujuan utama tempat wisata yang ingin sekali saya kunjungi adalah Museum Tino Sidin yang terletak di Kasihan, Bantul. Sekitar satu jam dari kota Yogja. Sudah lama saya ingin ke sana. Bila ada kesempatan ke Yogyakarta saya harus mengunjungi tempat tersebut. Alhamdulillah, kesampaian juga.

Kami berangkat dari kota Yogja pukul 8 pagi. Saat kendaraan kami memasuki wilayah Bantul, saya suka sekali pemandangannya. Suasana pedesaannya, sawah di mana-mana, tenang, rapi, trotoar-nya tidak dipenuhi oleh tenda-tenda PKL sehingga kelihatan bersih. Kami tiba di Museum Tino Sidin sekitar pukul 9 pagi. Letak museumnya di kompleks perumahan. Tampilannya pun seperti rumah tinggal biasa. Ketika masuk, rasanya kami seperti sedang main ke rumah kakek atau saudara saja. Karena memang rumah pribadi Pak Tino Sidin-lah yang dijadikan museum sederhana oleh anak-anak beliau. Di depan museum terdapat patung Pak Tino, dan di samping kanannya terparkir mobil sedan Datsun tahun 70-an milik Pak Tino yang masih dirawat dan dikendarai sendiri oleh putri bungsu beliau. Museum ini dikenal juga dengan sebutan Taman Tino Sidin, yang terinspirasi oleh Taman Ismail Marzuki. Diharapkan Taman Tino Sidin bisa sebagai tempat melanjutkan cita-cita dan semangat Pak Tino, khususnya dalam dunia pendidikan seni anak-anak.


 Suasana halaman depan Taman Tino Sidin


Sesampainya di sana, kami disambut ramah oleh Mas Lanang, pemandu Taman Tino Sidin, mahasiswa Arkeologi UGM. Kami pengunjung pertama pada Sabtu pagi itu. Setelah mengisi buku tamu dan membayar tiket masuk Rp. 5000/orang, kami diajak berkeliling oleh Mas Lanang. Museum terdiri dari dua lantai. Ruang pamer (galeri) dan ruang tinggal (pribadi) berada di lantai 1. Lantai 2 masih sebagai ruang pamer (galeri) dan ruang pertemuan serta tempat kegiatan seni anak-anak.

Pertama-tama, kami diajak Mas Lanang melihat-lihat buku karya Pak Tino Sidin. Ada buku Gemar Menggambar, Ayo Menggambar, buku cerita bergambar, dan masih banyak lagi. Buku-buku tersebut dipajang rapi dalam lemari kaca yang bisa kita lihat dan baca-baca sekilas.


Lalu, ada juga penghargaan dan surat/arsip-arsip milik Pak Tino, seperti kwitansi dari Bapak Soeharto (Presiden RI ke-2), amplop honorarium dari TVRI, dll. Ada spidol besar merek Pentel yang biasa dipakai Pak Tino membuat outline gambar sebelum gambar diwarnai krayon Pentel-nya dalam acara Gemar Menggambar yang ditayangkan TVRI tahun 80-an. Pak Tino senang menyimpan segala sesuatu yang dianggap bersejarah/berharga oleh beliau. Ketika melihat spidol dan krayon Pentel milik Pak Tino, ingatan saya langsung terbang ke masa kecil saya pada sore hari saat menonton acara televisi beliau.



Mas Lanang sedang menjelaskan kwitansi dari Pak Harto untuk Pak Tino

Pada dinding ruangan terpajang sketsa hitam putih dan sketsa berwarna menggunakan spidol, yang menggambarkan pemandangan alam dan suasana. Ketika mengunjungi suatu tempat, Pak Tino senang mendokumentasikannya ke dalam gambar berupa sketsa. Ada pula sketsa cat air serta lukisan cat minyak. 






Pada bagian lain terpajang memorabilia Pak Tino, seperti baju batik, arloji, kacamata, dan topi baret yang menjadi ciri khasnya. Semua dalam kondisi sangat baik. 



Pada ruang selanjutnya, dokumentasi berupa foto-foto Pak Tino bersama keluarga, kawan-kawan sesama seniman, seperti Affandi, Basuki Abdullah, S. Soedjojono. Dan foto-foto kegiatan Pak Tino saat aktif di kepanduan.



Setelah melihat karya-karya Pak Tino hingga ke lantai 2, kami diajak Mas Lanang kembali ke lantai 1 untuk menonton video rekaman acara Gemar Menggambar sambil menggambar bersama. Kertas dan spidol disediakan di sana. Karena keterbatasan kertas dan spidol, hanya saya dan mama saya yang ikut menggambar, kakak dan adik sebagai fotografer. Saya benar-benar bernostalgia di Taman Tino Sidin!





Mama menggambar :D

Seperti mengulang masa kecil saya di rumah, menggambar mengikuti tahap-tahap gambar yang dipandu oleh Pak Tino lewat layar televisi tapi kali ini saya menggambar di rumah beliau.

Setelah video Pak Tino selesai, selesai pula sesi menggambar bersama, yang menjadi bagian akhir dari berkeliling di Taman Tino Sidin. Kami semua spontan tepuk tangan saking gembiranya. Sambil kompak melambaikan tangan dan bilang, "Dadaaaah, Bapaaaakkk.." ke arah televisi. :))

Kebetulan sekali hari itu ada Ibu Titik Tino Sidin (putri bungsu Pak Tino), pemilik sekaligus pengelola Taman Tino Sidin, sedang membimbing anak-anak menggambar di lantai 2. Saya meminta izin ke Mas Lanang untuk minta tanda tangan beliau pada hasil gambar saya dan berfoto bersama beliau buat kenang-kenangan. ^_^


Bagus!!

Sekitar pukul 11.00, kami pamit untuk meneruskan perjalanan ke tempat wisata berikutnya. Ini kunjungan museum paling berkesan buat saya. Berkunjung ke rumah idola saya sejak kecil, yang membuat saya senang menggambar.

 Pesan Pak Tino Sidin untuk anak-anak Indonesia

Terima kasih, Pak Tino!

Foto oleh: 
Alvenia Amir, Alvina Amir

Lokasi:
Taman Tino Sidin
Jalan Tino Sidin No. 297 Kadipiro, Ngestiharjo
Kasihan, Bantul - Yogyakarta 55182

Tiket Masuk: Rp. 5000,- | Buka: 10.00 - 17.00 WIB | Tutup Minggu

4 komentar:

  1. wah, kok aku jd mbrebes mili ya mbak baca pesan pak tino... terima kasih udah sharing ya mbak. Mudah2an nanti kalau sedang ke Jogja, aku bisa berkunjung ke sana :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama, mbak Prita. Makasih sudah membaca. Kalau ada kesempatan jalan-jalan ke Bantul wajib mampir ke Taman Tino Sidin ^_^

      Hapus
  2. Untuk @Sundea Belaka (Dea), maaf komentarnya tiba-tiba menghilang -___-"
    Seingatku Taman Tino Sidin didirikan tahun 2014. Kalau Dea sedang main ke Yogya harus berkunjung ke sini, pasti suka deh! :D

    BalasHapus
  3. Mbak, Tino Sidin itu legend favoritku dr kecil. Syg wkt ke Jogja aku tdk kesana, krn sebentar...Mona

    BalasHapus