Ketika itu saya memilih skripsi sebagai Tugas Akhir, dan Pak Pri terpilih sebagai dosen pembimbing saya. Saya pikir bakal sulit asistensi ke Pak Pri karena beliau dosen tamu, tinggal di Bandung, cuma satu-dua minggu sekali datang memberi materi kuliah di kampus. Tidak bisa setiap saat bertemu beliau untuk berdiskusi soal TA. Akhirnya, kami (Pak Pri dan saya) sepakat untuk membahas proposal skripsi lewat email tiap minggu. Rintangan paling berat pada saat saya tengah menyusun skripsi adalah Papa saya meninggal karena penyakit yang sudah lama dideritanya. Tidak mau berlama-lama larut dalam kesedihan, saya terus lanjut menyusun skripsi supaya bisa lulus tepat waktu. Koreksi dan masukan di setiap bab oleh Pak Pri selalu saya tunggu di warnet dekat rumah. Sekali waktu saya sempatkan berkunjung naik kereta ke FSRD ITB bertemu beliau untuk asistensi. Meski hanya sebentar diajar dan dibimbing oleh Pak Pri, kenangannya sangat membekas buat saya. Beliau bukan hanya seorang guru tapi juga bapak sekaligus kawan bagi anak-anak didiknya. Beliau pun pribadi yang bersahaja, baik, dan lucu suka bercanda.
Setelah dinyatakan lulus oleh para penguji sidang, saya jarang datang ke kampus lagi karena kesibukan. Sesekali ke kampus jika memang ada hal penting yang harus diurus di sana. Namun, saya berusaha terus menjalin silaturahmi dengan beberapa dosen saya. Bila hari raya atau pergantian tahun tiba, saya suka mengirim SMS ucapan selamat ke teman, saudara, dan guru. Ada satu balasan SMS dari Pak Pri yang masih saya simpan sampai sekarang (rasanya sayang untuk dihapus) di kotak masuk telepon genggam butut saya. "makasih Dian, sama2 maaf lahir batin dan slmat idul fitri 1431h, smoga memperoleh berkah berlimpah, ttp semangat n kreatif ya, amin wassalam_kel. priyanto-s (13/09/2010)". Hari Raya Idul Fitri tahun 2013 pun beliau masih sempat membalas SMS ucapan selamat Lebaran dari saya dengan, "masih menggambar kan?"
Hingga suatu hari, sekitar bulan Juli, tidak sengaja saya membaca kicauan seseorang di media sosial. Pak Pri S dosen FSRD ITB, butuh darah A, RS. Borromeus - Bandung, dikarenakan kondisi kesehatannya menurun. Saya hanya bisa bantu doa, berharap beliau baik-baik saja dan bisa lekas pulih. Selang beberapa bulan kemudian saya kembali mendapati kicauan berita duka wafatnya Bapak Priyanto Sunarto, dosen ITB dan kartunis TEMPO, di Bandung (Rabu, 17 September 2014). Saya benar-benar sedih. Sakali lagi, saya hanya bisa mengirimkan doa. Semoga seluruh amal ibadah baik beliau semasa hidupnya diterima Allah SWT dan keluarga yang ditinggalkan selalu diberi ketabahan. Amin.
"Menggambar, terus menggambar, selalu menggambar." Selamat jalan, Pak Pri. Terima kasih banyak atas pengabdian, ilmu serta karyamu. Kini Bapak bisa kembali menggambar dengan damai tanpa ada rasa sakit.
Terharu Dian...turut berduka cita
BalasHapus@Tanaraga: Terima kasih, mba Tirsa..
BalasHapus